Rabu, 19 Januari 2011

NIKMATNYA SEBUAH KEMISKINAN
Kesadaranku untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi sama sekali tidak pernah terbesit di benak ku, apalagi biaya pendidikan saat ini semakin besar, belum lagi biaya kuliah kakak ku dan biaya sekolah ku dan adik-adik cukup menguras kantong orang tuaku Ditengah perjalanan, saat aku numpang, berangkat ke sekolah dengan pak Yadi, di karenakan sepedaku yang rusak berat, mau tidak mau aku harus menerima kenyataan yang adalah secara bertubi-tubi
"Elyss! Kenapa kamu tidak naik sepeda, seperti biasanya" tanya Pak Yadi
"Emm..sepeda saya rusak pak!, tidak tahu kenapa tiba-tiba ! ujarku
"Kok bisa! berarti kamu saja yang tidak merawat sepedamu yang sudah tua itu” jawabnya sambil tersenyum masam
Akupun terdiam tidak menjawab, awalnya aku menganggap pertanyaan-pertanyaan pak Yadi suatu hal yang wajar, mungkin dia ingin tahu dan mengetest kesabaranku, lagi-lagi aku mencoba untuk berfikir positif dan mencoba untuk tenang dan berbaik sangka
Aku terdiam sambil menelan ludah yang kurasakan pahit, aku mencoba untuk berlapang dada tiap kali dia menindirku, Kehidupan bagaikan roda berputar kadang diatas kadang dibawah bukankah begitu?
"Sudahlah sebaiknya kamu bekerja saja, karena kamu itu terlalu mimpi untuk bersekolah, apalagi dengar-dengar, kamu akan kuliah ya, duh... tidak mungkin" ujar pak Yadi terus menyudutkanku,
Deg jantungku berdetak kencang, auraku terasa merah mendengarkanya ucapanya yang kuarasakan panas ditelinga
"Ya...Tuhan" apa salahku dan keluargaku sehingga aku harus mendengarkan yang seharusnya tidak kudengar, kata-kata itu sungguh menyakitkan? bukankah kemiskinan ini bukan kemauanku, tetapi ujian dari-Mu ” batinku terus bergema menanti jawaban
"Kenapa dari tadi kamu hanya diam? ujarnya
"Emhmmeemm, o o ya ti..ti tidak ada apa-apa pak! saya menyerap perkataan dan mendengar apa yang barusan bapak bilang" ujarku begitu gugup kupaksakan bibirku untuk tersenyum meski batin menangis
”Ya..mungkin saja bapak benar,!” ujarku tersenyum simpul, sesaat aku terdiam membisu, menahan sakit di dada, yang terasa nyeri sekali
"Emmmmmeemmmm, tapi maaf saya merasa berhak untuk sekolah, Pak!" jawabku dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaannya
"Ya ..memang sih, ! tapi seharusnya kamu bisa lihat kondisi keluargamu yang semrawut gitu, jangankan untuk membayar uang sekolah dan lihat baju kamu itu, bukanya itu baju miliknya kakakmu dulu" ujarnya tanpa menghirau perasaanku, aku hanya mengangguk berusaha mengunci bibirku rapat-rapat
* * * *
Tiga hari yang lalu aku dinyatakan lulus dengan nilai yang baik. aku pun tidak ingin terlalu lama untuk berdiam diri dirumah keinginanku untuk bekerja, agar bisa membantu kedua orangtuaku sudah bulat tidak bisa diganggu gugat lagi
"Ya Tuhan beri jalan keluar kepada hamba agar hamba bisa melobi dan merayu ayah, agar ayah mengizinkanku bekerja,! pintaku dalam hati, tanpa restu dan izinnya tidak mungkin aku berangkat" batinku menerka-nerka tanpa kepastian.
"Elyss..!" panggil ayahku dengan wajah senduhnya,
"Emmm..mm..mm ada apa ayah?" ujarku gugup
"kemarin ibumu bilang dengan ayah kalau satu minggu lagi kamu akan berangkat ke kota Batam untuk bekerja! apakah itu benar? "Elyss! apakah niatmu untuk bekerja di Batam sudah kamu pikirkan matang
"Elyss!" panggil ayah lagi sambil melihat ku.dengan serius.
"sampai saat ini ayah tidak tahu apa maumu dan apa yang ada dibenakmu, tetapi harapan ayah kamu tidak mengecewakan ayah,
Aku membisu membiarkan ayah berargumentasi dengan lepas, seakan-akan dibenakku hanya uanglah yang membuatku menentang keputusan ayah
"Elyss...coba lihat ayah, jangan kamu tertunduk seperti itu cobalah untuk tegas" kata ayah ku lagi yang membuatku cukup malu dihadapan ayah
"Sekali lagi ayah hanya ingin tahu tentang kemauanmu yang sebenarnya!..Apa yang membuatmu pesimis seperti ini? bukankah selama ini ayah selalu mengatakan, hidup itu penuh perjuangan, dan kamu harus mengerti itu" tanya ayah sambil mengingatkanku akan nasehatnya yang selalu diucapkannya dengan penuh semangat.
"Tapi ayah! bukannya aku tidak mau menuruti ayah, aku tahu itu demi kebaikanku, bahkan itu juga impianku tapi..." Aku terdiam tidak meneruskan ucapanku, seakan-akan bibirku beku dan lidahku kelu dan tergantung terjepit seketika.
"Tapi apa? bicaralah karena sampai saat ini ayah tidak tahu sejauh mana alasanmu, dan argumentasi apa yang ada dibenakmu saat ini, barangkali alasan itu bisa meluluhkan hati ayah" ujarnya lagi, sedikit menekanku agar aku mampu berkata.
"ayah ingin tahu?” ujarnya, menatapku membuatku kaku seketika.
"Ayah..! masalahnya aku tidak bisa melihat ayah seperti ini terus menerus, dan aku selalu saja menjadi beban, apalagi biaya kuliah itu tidak murah, biaya itu sangat mahal, aku tidak bisa melihat ibu dan ayah bekerja kasar seperti ini. maafkan aku " jawabku dengan tegar, agar Ayah mengerti, tak kuasa aku menahan air mataku yang sedari tadi kutahan di kelopak mataku
”Nak! rezeki Tuhan itu sangat luas, Elyss..!jangan terlalu takut kalau kamu tidak bisa hidup jika kamu kuliah, ayah akan berjuang demi kamu
Aku terdiam, kata-kata ayah seakan-akan memberiku sejuta harapan, menghidupkan hatiku yang terlanjur lumpuh dan mati, sambil menghapus air mataku aku tersenyum kembali, semangat untuk hidup yang lebih baik, dan kuangkat wajahku seketika kulihat rambut ikal milik ayah yang sudah ditumbuhi banyak si uban menghias di kepala ayahku.
"Sudahlah..! kamu jangan pesimis seperti itu, dan kamu jangan terlalu pusing-pusing dengan masalah ini, jalani semuanya apa adanya, hadapi hidup ini dengan ikhlas dan berfikir, hidup adalah sesuatu yang harus dinikmati, janganlah kau putus asa karena tidak melihat jalan keluar kalau begitu, dimanakah Allah dan taqdir-Nya? Hasbunallah ni’ma maula wani’ma nasir,...”ujar ayahku
Deg,..jantung berdetak, Aku begitu terpaku mendengar ayah begitu semangat jika memberi perumpamaan-perumpamaan, tausiah-tausiah yang menggetarkan hatiku, terlintas dibenakku sejauh itu
Akupun hanya tersenyum,” kucintai Engkau karena Allah, ayah !,”batinku bergema
Ayahku adalah seseorang yang sangat sabar jika menghadapi siapapun termasuk aku, ayah tidak henti-hentinya dan tidak pernah bosan selalu saja memberi semangat yang luar biasa tetapi, entah mengapa aku masih memiliki jiwa yang kerdil, aku kembali menyakinkan ayah..bahwa aku akan memberikan ayah yang terbaik didalam hidupku.
" Ayah! bukannya aku pesimis, tapi jika aku bekerja. Ayah bisa terbantu dan ibu tidak perlu lagi bekerjaan mati-matian seperti ini aku berjanji jika aku bekerja nanti, aku akan mengirim uang buat keluarga dan sebagian uang itu bisa digunakan untuk membiayai sekolah adik-adik,dan membayar hutang-hutang ayah yang ada di koperasi," jawab ku tenang
"Ya..Tuhan, maafkan aku jika suatu waktu aku membuat ayah kecewa," pintaku dalam hati, sambil berlinang air mata, aku terenyuh dihadapan ayah yang mulai selesai mencetak gula sementara aku hanya terpaku seperti patung duduk di samping pencetakan gula, kuangkat kembali wajahku.
" Ayah..! aku mohon jangan meminta dan mengharapkan aku seperti itu aku takut tidak bisa mewujudkan impian ayah, sudah terlalu banyak uang yang ayah keluarkan untuk ku, ku mohon izinkanlah aku bekerja! ini semua demi kebaikan keluarga kita juga" rayuku lagi
"Maafkan aku ayah" ujarku dengan penuh penyesalan dengan kelemahanku. bahkan pesimis dengan semua pernyataan ayah, yang membuatku hampir tak bernafas
"Jangan kamu berpikir apa yang kamu lakukan demi menyenangkan hati ayah nak! Tapi, ambillah kalau menurut kamu itu baik, demi kebaikamu, rubahlah niatmu Nak!, cobalah untuk berbuat apapun karena ibadah mengharapkan ridho-Nya, bahkan ayah tidak menjamin dengan kuliah kamu menjadi orang yang lebih baik, akan tetapi semua tergantung niatmu dan usahamu,hidup ini pilihan jika kamu ingin kebaikan berjuang dan berbuat baiklah sesuai dengan ajaran-Nya, tetapi jika kamu memilih keburukan tidak perlu berjuang dan bermalas-malasanlah" ujar Ayah
"ayah..aku, aku merasa ini adalah pilihan yang terbaik dan aku cukup tahu diri masih ada tujuh lagi, adik-adik yang harus ayah sekolahkan dan satu kakak yang bapak kuliahkan, saat ini aku melihat kondisi ayah harus dibantu",jawabku begitu dengan hati-hati
Memang aku tidak ingin menangis apalagi sedih dalam kemiskinan, aku harus tegar manghadapi kehidupan ini, tetapi kedua kelopak mataku sudah tidak bisa dibendung lagi,.
***
Kedatangan ayah cukup mengagetkanku tapi aku senang sejenak kulihat wajah ayah yang selalu menyugukan dengan senyuman yang selalu lekat dibibirnya dan selalu menjadi ciri khas ayah, yang membuatku belajar banyak dari ketabahan dan ketenagannya dan prestasimya menghadapi sesulit apapun masalah" dibalik kesulitan itu selalu ada kemudahan" itu pesan ayah setiap aku akan melakukan sesuatu yang kuanggap sulit sehingga mampu mengeluarkan cahaya dan energi yang sunguh luar biasa.
"Elyss!, ayah tahu hidup kita memang sedikit sulit tetapi ini bukan menjadi alasan agar kamu tidak kuliah, berjuangalah nak!
"Baiklah! tapi beri aku waktu untuk berpikir tiga hari ini" jawabku lagi berusaha untuk tidak mengecewakan siapapun baik ayah maupun ibuku, ayah yang mendengarkan ku dengan seksama, dibarengin senyum manisnya.memberiku kesempatan dan tidak mengekangku sama sekali.
"Baiklah ..mudah-mudahan pilihanmu adalah yang terbaik dan jangan lupa berdoa mohon petunjuk Tuhan yang terbaik." pinta ayah mengingatku.
Akupun mengagagukan kepalakuku terdiam tidak memberontak sedikitpun walau kadang apa yang diuacapkan ayah tidak sesuai dengan hati nurani ku tapi aku yakin apa yang dianjurkannya demi kebaikanku juga.pikirku lagi.
Kulihat wajah bulat yang kusut milik ibuku sedang asyik yang sedang mengngikat daun ubi dan menata rapi pisang Banten yang akan dijual dipasar, yang membuatku tidak tega
Ya Allah, sampai kapan ibu akan seperti itu, lirih ku dengan perasaan sedih menyayat luka dihati. Memang suatu yang lumrah jika ibu tidak setuju kalau aku kuliah, karena Aku tahu betapa payahnya mencari uang. Seketika wajah senduh milik ibu tersenyum sumringah ketika melihat adikku yang berumur tujuh tahun berpola dan bertingkah laku aneh
"Ha..h,,hha.."
lelah yang ia rasakanpun sekejap hilang tanpa beban ibu tertawa bahagia walau seluruh tubuhnya begitu lelah ditambah lagi kerja kerasnya
"Apa yang kamu lakukan dipintu itu" tanya ibuku mengagetkan ku, aku yang baru tersadar begitu gugup melihat ibu sumringah heran melihatku, binar wajah ibu ku dan matanya yang mengandung hikmah dan kesabaran membuat salah tingkah dihadapan ibuku sendiri.tanapa dimintapun aku langasung duduk mendekatinya dan membantu mengikat daun ubi yang masih berserak dan tampak hijau begitu segar dipandang,aku tersenyum memandang wajah ibu.
"Bu..ibu...bb..!" panggilku dengan terbata-bata
"Emm..ada apa..?"jawab ibuku tanpa memandangku, yang masih kosentrasi dengan kerjanya membuatku malas untuk bicara. Aku termanguh sejenak takut kalau ibu marah dan kecewa.
"Bu..Aku harus bagaimana?" Tanyaku dengan hati hati dan perasaan tidak menentu, sambil menunggu jawaban ibuku, walau sedikit lama ibu baru menjawab.
"Apanya yang bagaimana?" Tanya ibuku lagi,yang hanya memandang wajahku sejenak kemudian melanjutkan aktivitasnya.kembali. Sejenak aku terdiam sambil berpikir mengapa ibu tidak faham maksudku
”Bu..Ibu setuju tidak, kalau aku kuliah?” ujarku merayunya, tapi ibu terdiam tidak menjawab ibu hanya terdiam, kulihat sesaat wajah ibu memerah
"Bu..bu,..bu..!" kupangil sampai tiga kali tetapi nyaris tidak bersuara
"Bu bagaimana..?” tanyaku lagi
dengan sangat hati-hati, akupun duduk di sisi ibu sambil menyentuh tangan ibu, sebenanya aku takut ibu tersinggung karena perkataanku dan aku tidak ingin dianggap anak yang tidak tahu diri dengan keadaan ku yang saat ini.
"Nak ibu pikir kamu tidak usah kuliah, karena untuk saat ini hidup kita begitu sulit, untuk makan saja ibu harus menjual daun setiap hari. Apa lagi untuk kuliah, apakah kamu tidak melihat kakak mu, membayar biaya kuliahnya saja tersendat-sendat, pokoknya ibu tidak habis pikir kalau kamu tega menambah beban nak!” ujarnya menatap sambil mengomel panjang
”duh..Elyssss.. ibu seharusnya kamu harus melihat apa yang terjadi dengan kakak mu itu cukup dengan pelajaran" ujar ibu tanpa senyum, yang membuatku terenyuh tak berdaya
"Tapi kan bu!" omongankupun langsung terputus, saat ibu langsung memotong penjelasanku yang tidak selesai, sedangkan aku hanya langsung terdiam tanpa berbicara apupun lagi.
"Tapi apa?" kamu mau membunuh ibu secara tidak langsung, kamu tidak lihat atau perasaan kamu dimana? kamu tidak lihat ibu bekerja siang malam tanpa henti, ibu rasanya sudah hampir setengah mati membiayai kakak mu itu
"Tetapi kalau ayah mu bersikeras menguliahkan kamu ya terserah!.. ayah mu saja, pokoknya ibu tidak akan mau ambil pusing, sekarang yang terpenting ibu ingin sekali lagi, kamu berpikirlah kembali karena ibu tidak bisa memberi uang jika kamu butuh
"Ibu sebenarnya aku juga tidak ingin kuliah tapi ayah begitu mengiginkanku untuk kuliah jadi aku harus bagaimana? aku bingung bu kumohon jangan beri aku pilihan yang begitu sulit bagiku siapa yang kuturuti sedangkan aku tidak ingin diantara ibu dan ayah terasa tersakiti" pintaku dengan raut wajah penuh harap.
"Tapi ya! sudahlah bu, aku tidak memaksa ibu untuk setuju, sebagai anak yang baik aku hanya meminta pendapat ibu saja kok.." dengan raut wajah memerah jawabku lagi dengan tenang,
Kemudian kutinggalkan ibu diberanda sendiri jujur dibenakku saat ini hanya ada ke bingungan saja yang tersisa. siapa harus ku turuti, jika aku dikatakan sedih..tidak aku tidak sedih, kadangkan terpikir olehku aku tetap bersyukur SMA bisa kuliahkan dengan baik, terkadang batin ini selalu saja membenarkan kata-kata ibu.
***
Bruuukkk...sontak saja ibu terkejut dan piring kaca yang dipegang ibuku langsung jatuh dan pecah, sementara aku yang berada dibalik tirai pintu kamar mendengarkan pembicaraan ayah dan ibuku.
"Ha...di Yogyakarta!" batinku
"Ya..Tuhan begitu kuatnya ambisi ayahku yang ingin agar aku kuliah dikota Jogjakarta
”Ah tidak mungkin”,ujarku tidak percaya
” pasti ayah bercanda” ujarku lagi, dengan seribu tanda tanya
sejenak kudengarkan saat ibu terkejut dan mengeluh, dengan spontan sambil mengutip serpihan kaca yang pecah ibu menyusuri kaca yang berserak akibat piring kaca yang terjatuh
"Aduh bang, apa abang sudah tidak waras, mimpi apaa abang ini? uang dari mana kita dapatkan setiap bulanya" tanya ibuku ingin tahu
"Sudahlah tenang saja, besok pasti ada jawaban yang jelas Elys itu, harus berangkat ke Jogja" jawab ayah sambil tersenyum
Aku tertegun sejenak, batinku seolah-olah menasehatiku, benar kata ibu ..akh aku tidak ingin menyusahkan ibu dan, aku tidak boleh egois memikirkan diri sendiri,
sesaat kemudian ayah berusaha membujuk ibu kembali dengan kata-katanya yang memnggugahkan hati yang sedang kacau.
"Ayolah dek.. jangan terlalu egois dengan anak sendiri" pinta ayah membujuk ibuku yang sedikitpun tidak merespon
bahkan, ibu hanya dia lama sekali ibu memberi jawaban seakan-akan ada ketakutan dan seribu pertimbang yang harus diputuskanya, takut kalau-kalau aku kelaparan di Jogja,
"Baiklah aku ” ujar ibu yang akhirnya mencair
***
Aku termenung dikamar, aku ingin bekerja saja tetapi ayah mengharuskan Aku kuliah, sebenaranya aku senang bisa kuliah apalagi di kota Jogjakarta. tapi, lain sisi aku sedih karena harus mengorbankan perasaan ibuku," maafkan aku bu", batinku terasa sesak dihinggapi penuh rasa bersalah, sehingga menambah beban ibu kembali. Sebenarnya aku tidak sanggup memberi beban kepada meraka, tapi Aku bisa apa? ini sebuah keputusan dari ayah.
"Elyss !!...ada yang perlu kamu ingat, ini bukan masalah taqdir tetapi kemampuanmu untuk mengubah jalan hidup, dan ada yang harus kamu ketahui Tuhan tidak akan memberikan cobaan, sesuai dengan kapasitasnya hambanya"
"Sudahlah jangan terlalu banyak berpikir lagi, terima saja keputusan ayah dan satu hal lagi, selama kamu kuliah jangan memikirkan pengeluaran, makan tidaknya, itu urusan belakang, saat ini tugas kamu menuruti apa yang ayah saran kan kemarin, dan pilihlah Perguruan Tinggi yang baik dan berkualiatas" Ujar ayah kepadaku, sementara aku sendiri terdiam dalam ketidakpercayaan dan kebingungan.
Karena tidak ingin terlalu muluk ayah memberikan ku dua pilihan, ayah menatapkku dengan serius dan berbicara dengan biasa tanpa ada sebuah beban sedikitpun,
"Elyss dengarkan ayah, optimislah ! ayah akan memberimu dua pilihan pilihan yang pertama adalah jika besok ayah mendapatkan uang maka kamu harus berangkat ke Jogja, tetapi jika ayah gagal mendapatkan uang ayah setuju dengan keputusanmu dan kamu boleh pindah untuk bekerja di Batam" kata ayah begitu tegas dan tidak terlalu menyulitkanku
Sementara aku sendiri terpaku tidak berdaya sejenak aku terenyuh, dalam kesendirian menanti sebuah kepastian, sampai saat ini masih saja terbayang di benak ku apa yang kuharus kulakukan..?
***
Siang ini aku mencoba menenangkan diri sambil beristirahat diruang tamu, tiba-tiba suara ibu memanggilku dari ruang kerja ayah, dengan langkah tergopoh-gopoh dengan kain batik yang dipakainya sudah sangat usang dan lusuh sekali.
" Elyss!.." panggil ibuku
"Elyss, ayah hanya memiliki uang tujuh ratus ribu dan ini tiketmu", ayah menyerahkan tiket dan uang
Ya..Tuhan mimpikah aku langsung mengurut dadaku, masih ada terbesit ketidak yakinanku dengan uang dan tiket yang sedang kupegang erat sekali, tidak mungkin..masih saja aku tidak percaya, ada sejuta pertanyaan dibenakku, aku masih tidak percaya
Ya..Tuhan dari mana orang tuaku mendapatkan uang ini? pikirku, penuh pertanyaan yang membingungkanku
***
Alhamdullih, dua bulan sudah aku berada dikota Yogyakarta, dan aku sudah diterima di perguruan tinggi swasta, tapi aku masih dirundung rasa sedih, kemarin ayah berkirim surat mengabarkan bahwa ibu sakit keras, aku benar-benar sedih, aku sudah berusah tegar meski aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selain berdoa. Sesungguhnya aku benar-benar berharap kepada Allah sehingga dengan kesabaran yang baik seakan-akan aku dapat melihat apa saja yang telah dilakukan Allah kepadaku. Kutundukan wajahku tak terasa air mataku mengalir. Aku segera menyekanya aku tidak ingin larut dalam kesedihan, aku percaya setiap kesulitan ada kemudahan
”Semoga kesusahan yang menimpa diriku di baliknya terdapat kemudahan dalam waktu dekat dan kebahagian bukanlah milik orang yang berharta banyak melainkan kebahagian itu hanya milik orang yang bertaqwa” ujarku menyakinkan diriku
Hari ini tidak ada mata kuliah, kupersiapkan diriku untuk menyelesaikan tugas makalah Pengatar manajemanen, sejenak didepan komputer aku tersenyum memandang backround monitor wajahku yang tersenyum dengan jilbab biru langit, aku begitu terpesona memandang wajahku yang menurutku indah, aku teringat bahwa Allah adalah sang pemahat wajah yang maha terbaik dari terbaik.
Sesaat pikiranku bercabang, aku jadi teringat, kalau hari ini belum mandi, tidak menunnggu lama akupun langsung bangkit dari depan komputer yang sudah terlanjurkan kuhidupkan, kubiarkan layar monitorku hidup, aku harus mandi rasanya jika badan ini tidak tersentuh air yang begitu dingin, tidak nyaman dan tidak afdol untuk seorang muslimah, seluruhnya harus dibersihkan dan disegarkan. Baru menyentuh handuk di gantung balik pintu kamarku, handphone-ku sudah menjerit.
”Tante Mita menanggil” tumben batinku,
Tante Mita adalah adik ibu yang selalu membantu ibu, walau sudah menikah tetapi tante selalu membantu perekonomian keluargaku
"Ha..haallo assalamu’alikum .. ada apa.. Tante? Tanyaku, entah tiba-tiba aku begitu cemas dan gugup, jantung tiba-tiba berdetak kencang
”Anu, maaf sebelumnya. Tapi ini, mau mengabarkan....”
”iya ada apa sih Tante?” tanyaku semakin tak sabar
”Emm..., Elyss harus tabah, ya....
” Anu,...anu ibumu,....
Beberapa detik berlalu
Phonsel yang berada dalam genggamanku terasa begitu berat. Kini, telingaku tak mampu lagi mendengar kata-kata Tante Mita diujung Phonsel, karena itu sebelumnya telah menghantam keras jiwaku, pendanganku tiba-tiba berkunang-kunang